Kemenhut Menyambut Baik Berdirinya BP REDD+

Dalam Acara Pidato KemenhutPembukaan Lokakarya Implementasi REDD+: Transisi Menuju Operasionalisasi Badan Pengelola REDD+, diselenggarakan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, di Sari Pan Fasific Hotel – Jakarta,  pada Tanggal 22 – 23 Oktober 2013, Menteri Kehutanan menyampaikan bahwa Kementerian Kehutanan menyambut baik atas kehadiran Badan Pengelola REDD+ yang ditetapkan oleh Presiden melalui Perpres No. 62 Tahun 2013 tentang Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut.

Menurut Menteri Kehutanan, kehadiran BP REDD+ merupakan partner yang akan bekerjasama dengan kehutanan dalam melakukan pengawasan terhadap kerusakan hutan, mengingat cakupan pengurusan dan pengelolaan hutan sangat luas.

lebih lanjut pak menteri menyampaikan bahwa tantangan untuk melakukan skema REDD+ adalah bagaimana melakukan MRV. Seperti pengalaman pengawasan hutan di Negara Brazil di mana sistem yang baik, penggunaan satelit, serta sarana helikopter dan pasukan yang cukup, oleh karena itu ketika terjadi illegal logging atau kebakaran hutan dapat diketahui dan dikendalikan pada saat itu juga.

Tidak ada kebijakan pemerintah yang merusak hutan, tapi ketika ada hutan yang rusak itu adalah masalah lain. Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan hutan di antaranya karena adanya faktor otonomi daerah, harga-harga komoditi yang tinggi, kebutuhan yang mendesak karena kebijakan masa lalu dimana lahan-lahan lebih banyak diberikan kepada pengusaha/perusahaan seperti perkebunan/HTI/HPH.

Menteri berharap MRV dapat dilakukan dengan baik, sehingga apapun yang diimplementasikan di lapangan baik oleh kementerian kehutanan, pengusaha, masyarakat dapat berjalan dengan baik.

Dengan MRV maka perijinan kehutanan dapat diawasi dengan ketat. Melalui MRV yang baik juga diharapkan dapat mengetahui penyalahgunaan kewenangan otonomi di daerah dalam penggunaan kawasan hutan. Seperti kegiatan penambangan, dimana terdapat 11 ribu izin tambang, namun yang dapat diawasi oleh kehutanan hanya yang memiliki ijin pinjam pakai kawasan sekitar 2000-an. Melalui MRV, diharapkan akan melakukan pendataan dengan baik, sehingga penegakan hukum juga dapat dilakukan dengan baik.

Emisi GRK di Indonesia disebabkan tidak hanya oleh lajunya deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga disebabkan oleh sektor lain seperti transportasi, industri, pertambahan penduduk, pertumbuhan kota, kota yang tidak memiliki hutan kota, dll.

Emisi dari deforestasi akan tinggi jika terjadi kebakaran hutan yang hebat sebagaimana yang terjadi dahulu. Di mana dulu pernah disampaikan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil emisi tertinggi di dunia. Menurut saya data ini keliru, karena jika diukur pada masa itu memang benar, yang mana terjadi fenomena elnino pada tahun 1998, kemudian terjadi kebakaran hutan besar karena dampak elnino, pada saat inilah terjadi deforestasi besar-besaran ± 3,5 juta ha/tahun. Setelah masa itu, deforestasi pada hutan mengalami penurunan drastis.

Berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan hutan baik dalam bentuk HPH; HTI; restorasi ekosistem; hutan tanaman rakyat; hutan kemasyarakatan; hutan desa; Kemenhut mendorong upaya-upaya konservasi stok karbon dalam bentuk high value conservation forest (hutan dengan nilai konservasi tinggi).

Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.