Tulisan ini merupakan hasil catatan saya saat mengikuti workshop Awareness Raising tentang Penanganan Perubahan Iklim, pada akhir tahun lalu. Workshop yang diselenggarakan oleh Pusat Standardisasi dan Lingkungan – Kementerian Kehutanan, pada 26 November 2013. Acara itu secara resmi dibuka oleh Staf Ahli Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dr. Ir. Bejo Santosa, M.Si. Berikut beberapa hal terkait perubahan iklim bidang kehutanan, yang disampaikan dalam pembukaan acara itu.
Sejak diterbitkannya Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang RAN GRK, setiap K/L telah menyempurnakan Renstra K/L masing-masing dengan memasukan target adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, termasuk pada Kementerian Kehutanan. Selanjutnya hampir seluruh provinsi telah menyusun RAD GRK. Hal ini membuktikan bahwa komitmen untuk melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim memiliki peluang untuk dilaksanakan secara konsisiten dengan adanya dukungan Pemerintah pusat dan daerah termasuk LSM dan masyarakat.
Isu kehutanan terkait perubahan iklim di tingkat UNFCCC dibahas dalam 2 isu penting, yaitu REDD+ dan LULUCF. Oleh karena itu kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan yang terkait dengan RAN GRK dan RAD GRK akan selalu berkaitan dengan isu perbaikan tata kelola lahan hutan sebagai bagian dari LULUCF dan implementasi REDD+, baik di tingkat nasional, sub nasional maupun di tingkat tapak.
Sektor kehutanan memiliki target penurunan Emisi GRK terbesar dibandingkan dengan sektor lain, yaitu sebesar 87% dari komitmen penurunan 26% – 41%. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan menetapkan kebijakan untuk menekan laju deforestasi dan degradasi hutan serta meningkatkan stok karbon melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan penanaman. Hal ini diwujudkan dengan program dan aksi nyata, yaitu: (1) memperpanjang moratorium perpanjangan perijinan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan sampai Mei 2015; (2) mencermati usulan perubahan tata ruang daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (3) meningkatkan pemantapan kawasan hutan melalui pembangunan KPH di seluruh kawasan hutan Inddonesia dan pelaksanaan tata batas; (4) mendukung dan mengimplementasikan kebijakan one map; (5) melanjutkan program penanaman 1 milyar pohon dan program lain dengan rehabilitasi hutan dan lahan serta pembangunan hutan tanaman; (6) meningkatkan pengamanan hutan dan penanganan illegal logging serta penanggulangan kebakaran hutan; (7) meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan dan hasil hutan.
Agar pembangunan kehutanan terkait upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat dicapai konsisten dan diakui secara nasional maupun internasional, maka mesti mencermati setiap perkembangan kesepakatan internasional yang terkait dengan REDD+ dan LULUCF, antara lain negosiasi meliputi: isu national forest monitoring system, isu MRV, isu sistem informasi safeguard, isu penanganan penyebab deforestasi dan degradasi hutan, serta pedoman dan prosedur teknis evaluasi REL dan RL.
Komitmen REDD+ dan LULUCF syarat dengan isu teknis dan metodologi, oleh karena itu perkembangan terkini isu teknis dan metodolis di tingkat internasional harus diikuti dan diadopsi bila diperlukan, dan diterapkan sesuai kondisi Indonesia.
Isu finance yang penting mencakup: isu tentang arsitektur kelembagaan internasional; sumber dan bentuk financing, serta akses oleh negara pihak; termasuk bagaimana membangun non market approach dan new market mecanism. Walaupun dalam implementasi REDD+ pendanaan diarahkan untuk berdasarkan pada result based, namun pemenuhan pemenuhan komitmen financing dari negara maju tentunya akan selalu melalui mekanisme negosiasi yang sebanyak mungkin menguntungkan nagara maju tersebut, oleh karenanya Indonesia harius selalu mencari peluang terbaik yang menguntungkan secara signifikan di bidang pendanaan penanganan perubahan iklim, khususnya dalam hal memanfaatkan berbagai dana hibah untuk membangun enabling condition dari REDD+, termasuk menerapkan strategi yang tepat untuk memeperoleh manfaat dari non karbon benefit, terakhir pendanaan melalui mekanisme perdagangan karbon.
Mari kita lestarikan hutan.
Mungkin salah satu PR besar kita adalah bagaimana awareness seperti ini sampai dan menjadi bagian dari keseharian masyarakat banyak ya Mang Noer.