Yang Tersisa dari Hutan Alam?

Pembangunan kehutanan di Provinsi Sulawesi Tengah merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pembangunan daerah dan kebijaksanaan pembangunan nasional serta merupakan salah satu sektor pembangunan yang bertujuan untuk memanfaatkan hutan sebagai sumberdaya alam secara optimal, lestari dan berkesinambungan.
Pembangunan kehutanan merupakan semua upaya untuk memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan ekosistemnya, baik sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan dan pelestarian keragaman hayati maupun sebagai sumber daya ekonomi pembangunan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 757/Kpts-II/1999 tanggal 23 September 1999, luas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah adalah 4.394.932 ha (64,6% dari luas wilayah Provinsi), sebagaimana tercantum pada tabel berikut :
No.
Fungsi
Luas (Ha)
I.
Kawasan Hutan
4.394.932
A.
Kawasan Lindung
2.166.171
1.
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
676.248
2.
Hutan Lindung
1.489.923
B.
Kawasan Budidaya
2.228.761
1.
Hutan Produksi Terbatas
1.476.316
2.
Hutan Produksi Tetap
500.589
3.
Hutan Produksi Konversi
251.856
II.
Non Kawasan Hutan
2.435.368
1.
Kawasan Budidaya Non Kehutanan atau Areal Penggunaan Lain
2.435.368
J u m l a h  I + II
6.830.300
Sejak diterbitkannya beberapa peraturan perundangan, diantaranya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan, pengusahaan hutan alam di luar Pulau Jawa dengan sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menunjukkan perkembangan yang sangat pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perolehan devisa negara.
Sampai dengan tahun 2007, di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 14 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dan 1 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman.
No
Nama Perusahaan IUPHHK
Luas (Ha)
Keterangan
A.
Hutan Alam
1.
PT Satyasena Indratama
67.240
Tidak aktif
2.
PT Sulwood
54.980
Tidak aktif
3.
PT Satrya Yuda Wanabakti
75.000
Tidak aktif
4.
PT Tri Tunggal Eboni Corp.
98.000
Aktif
5.
PT Balantak Rimba Rejeki
109.500
Aktif
6.
PT Wahana Sari Sakti
100.000
Aktif
7.
PT Dahatama Adikarya
64.620
Aktif
8.
PT Palopo Timber
38.250
Aktif
9.
PT Kalhold
48.000
Aktif
10.
PT Pasuruan Furnindo
64.250
Tidak aktif
11.
PT Riu Mamba Karya Sentosa
34.610
Tidak aktif
12.
PT Satyaguna Sulajaya
27.740
Aktif
13.
PT Bina Balantak Raya
95.270
Tidak aktif
14.
PT Sentral Pitulempa
40.540
Aktif
JUMLAH IUPHHK Hutan Alam
918.000
B.
Hutan Tanaman
1.
PT Berkat Hutan Pusaka
13.400
Tidak aktif
JUMLAH IUPHHK Hutan Tanaman
13.400
JUMLAH TOTAL
931.400
    Sumber : Dinas Kehutanan Tahun 2007
Menurut Kartodihardjo, sejak diusahakannya hutan alam dengan sistem pengelolaan Hak Pengusahaan Hutan baik oleh pihak swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun 1967, hutan merupakan sumber devisa terpenting setelah migas, dimana dalam sepuluh tahun terakhir sumbangan devisa dari industri perkayuan terhadap perolehan devisa rata-rata sebesar 20%. Namun demikian pemanfaatan hutan alam tersebut belum memberikan manfaat ekonomi yang optimal dan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar.
Dalam prakteknya, pengelolaan hutan alam dengan sistem HPH/IUPHHK tersebut lebih terfokus hanya pada kegiatan pengambilan hasil hutan berupa kayu (timber oriented) dan lebih berorientasi pada keuntungan jangka pendek (short term profit oriented) sehingga telah mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan.
Lebih ironis lagi, kerusakan hutan tersebut terus mengalami peningkatan sejak bergulirnya era otonomi daerah, dimana daerah terus berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya melalui pemanfaatan sumber daya hutan khususnya yang berada di luar kawasan hutan (Areal Penggunaan Lain).

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.