Tahapan Usulan Permohonan Kemitraan Kehutanan di Wilayah KPH

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

Tugas dan fungsi Organisasi KPH  sbb: (1) Melaksanakan pengelolaan hutan, meliputi: Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; Pemanfaatan hutan; Penggunaan kawasan hutan; Rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan Perlindungan hutan serta konservasi alam; (2) Menjabarkan kebijakan kehutanan untuk diimplementasikan; (3) Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya;  (4) Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya; (5) Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan.

Dalam melakukan pengelolaan hutan, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, KPH wajib melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan. Dengan ketentuan teknisnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kelola Lingkungan Nomor P.18/PSKL/SET/PSL.0/12/2016 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Kesepakatan Kerja Sama.

Kemitraan kehutanan (KK) merupakan salah satu  dari 5 skema Perhutanan Sosial, yaitu: hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, dan hutan adat. KK di wilayah KPH adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan KPH, dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat, yang berada di sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi hutan, melalui prinsip keadilan, keberlanjutan, kepastian hukum, partisipatif, dan bertanggung gugat.

Berikut uraian tahapan dalam melakukan penyiapan KK antara KPH dengan masyarakat sekitar yang dirangkum dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016, dan Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kelola Lingkungan Nomor P.18/PSKL/SET/PSL.0/12/2016, serta pengalaman penulis dalam memfasilitasi kegiatan perhutanan sosial.

Tahap Pertama – Identifikasi dan Pemetaan Calon Areal Kemitraan Kehutanan

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui letak dan luas; status kawasan; kondisi fisik kawasan; penggunaan lahan dalam kawasan; kondisi umum desa sekitar. Areal kemitraan kehutanan harus berada pada areal konflik dan yang berpotensi konflik. Pada areal ini diterapkan dengan luasan untuk setiap kepala keluarga diatur sesuai dengan kondisi lapangan dan secara bertahap luasan dibatasi paling luas 2 hektar untuk setiap kepala keluarga. Areal KK juga dapat dilakukan pada areal yang memiliki potensi dan menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat. Pada areal ini diterapkan dengan paling luas 2 hektar untuk setiap kepala keluarga.

Tahap Kedua – Sosialisasi Kepada Masyarakat Setempat (Calon Mitra)

Beberapa hal yang disosialisasikan antara lain mengenai tujuan kemitraan kehutanan, hak dan kewajiban para pihak, monitoring, pelaporan dan evaluasi. Dalam melakukan KK KPH memiliki hak (1) Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) Mendapat perlindungan dari perusakan lingkungan hidup dan hutan; (3) Mendapat pembagian hasil dari kegiatan KK sesuai kesepakatan kerja sama; Kemudian Kewajiban KPH antara lain (1) Melaksanakan bimbingan teknis kepada mitra; (2) Melindungi mitra dari gangguan perusakan lingkungan hidup dan kehutanan; dan (3) Membayar PNBP bersama mitra.

Sedangkan Mitra memiliki hak (1) Mendapat bimbingan teknis dari KPH; dan (2) Mendapat keuntungan yang setimpal dari hasil kegiatan KK sesuai kesepakatan kerja sama. Kemudian, kewajiban Mitra antara lain (1) Mentaati naskah kesepakatan kerja sama;  (2) Menjaga dan melindungi areal kemitraan bersama KPH; dan (3) Membayar PNBP bersama KPH.

Tahap Ketiga – Fasilitasi Pembentukan Kelembagaan Kelompok Calon Mitra

Pada tahap ini, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain fasilitasi penyusunan AD/ART, fasilitasi penyusunan rencana pemanfaatan lahan, dan fasilitasi pembuatan peta areal. Rencana kegiatan merupakan perencanaan terhadap pemanfaatan lahan dan pemetaan areal kemitraan yang disusun oleh kelembagaan kelompok (mitra), terdiri dari: (1) Rencana jangka pendek (1 tahun), sekurang-kurangnya memuat mengenai nama kegiatan dan target, lokasi, tata waktu, pembiayaan, dan pelaksana. (2) Rencana jangka panjang (10 tahun), sekurang-kurangnya memuat mengenai pengembangan kelembagaan, pengembangan ekonomi, tata waktu dan peran para pihak.

Dalam fasilitasi penyusunan perencanaan juga dibicarakan mengenai sumber pembiayaan kegiatan kemitraan kehutanan dibebankan kepada mitra, atau sesuai dengan kesepakatan bersama. Sedangkan besaran pembagian hasil usaha kemitraan kehutanan kepada KPH dan masyarakat (mitra) sesuai kesepakatan, dengan memperhatikan aspek keadilan, pemberdayaan masyarakat, keberlanjutan dan akuntabilitas. Proporsi dapat dilakukan dengan prosentase pada kisaran  5% – 30% bagi KPH, dan 70% – 95% bagi mitra. Besaran pembagian hasil pada pemanfaatan kawasan atau pemanfaatan hasil hutan, berdasarkan pendapatan bersih (setelah dikurangi biaya produksi, PSDH, dll). Sedangkan pada pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, besaran bagi hasil dapat didasarkan berdasarkan atas hasil penjualan karcis. Pembagian hasil yang diperoleh KPH merupakan sumber PAD Provinsi yang disetor ke Kas Daerah.

Tahap Keempat – Pengajuan Permohonan/Usulan Kemitraan Kehutanan

Permohonan/usulan disampaikan dari KPH ke Menteri, dengan tembusan Dirjen PSKL dan Gubernur. Beberapa berkas yang harus dilengkapi antara lain Hasil identifikasi lapangan, BA sosialisasi, BA pembentukan KTH, dan Draft NKK.

Tahap Kelima – Pemeriksaan Lapangan Kelengkapan Persyaratan Calon Mitra

Setelah KPH menyampaikan usulan kemitraan, kemudian mendapat perintah dari Dirjen PSKL  untuk melakukan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan oleh KPH, dilakukan terhadap jumlah kepala keluarga yang akan bermitra; KTP/NIK/surat keterangan tempat tingggal; luas lahan garapan per kepala keluarga.

Pemeriksaan terhadap syarat mitra dilakukan untuk memastikan bahwa mitra (1) Memiliki identitas berupa: KTP/surat keterangan tempat tinggal dari kades setempat; atau Surat keterangan dari camat, bagi masyarakat dari lintas desa (Dibuat per kepala keluarga). (2) Deskripsi tertulis bahwa mata pencaharian pokok bergantung pada lahan garapan di areal kerja KPH (Dibuat per kelompok). (3) Deskripsi tertulis bahwa lahan garapan mempunyai potensi untuk pengembangan usaha padat karya secara berkelanjutan (Dibuat per kelompok). (4) Surat Pernyataan tertulis di atas materai, menyatakan bahwa areal KK merupakan kawasan hutan dan bukan hak milik; tidak akan merubah fungsi hutan sesuai peruntukannya; tidak akan memperjualbelikan areal KK; dan tidak memperluas areal KK sesuai NKK (Dibuat per kepala keluarga). (5) Kelengkapan kelembagaan kelompok, meliputi AD-ART; rencana pemanfaatan lahan dan pemetaan areal kemitraan (Dibuat per kelompok).

Tahap Keenam – Penyusunan Naskah Kesepakatan Kerja Sama (NKK)

Penyusunan NKK dilakukan oleh KPH dengan Calon Mitra. Kegiatan ini melibatkan lembaga desa dan pihak lain yang dipilih dan disepakati oleh calon mitra. Beberapa hal yang diimuat dalam NKK sebagaimana uraian di bawah.

  • Latar belakang: Kondisi umum KPH, meliputi bidang usaha dan luas areal kerja. Kondisi umum masyarakat setempat (mitra), meliputi jumlah KK dan tingkat ketergantungan terhadap hutan.
  • Identitas para pihak yang bermitra: Identitas kepala KPH dan ketua KTH.
  • Lokasi kegiatan dan petanya: Letak administrasi, informasi batas wilayah KPH dan lokasi KK.. Peta dibuat secara partisipatif dalam bentuk digital dan cetakan.
  • Rencana kegiatan kemitraan: Rencana jangka pendek (1 tahun), meliputi kegiatan dan target, lokasi, tata waktu, pembiayaan, dan pelaksana. Sedangkan rencana jangka panjang (10 tahun): pengembangan kelembagaan, pengembangan ekonomi, tata waktu dan peran para pihak.
  • Obyek kegiatan: Pemanfaatan HHBK, jenis …
  • Biaya kegiatan: Disepakati bersama.
  • Hak dan kewajiban para pihak: Disepakati bersama.
  • Jangka waktu kemitraan: Disepakati bersama. Dapat ditinjau berdasarkan hasil monitoring oleh KPH setiap tahun. Dilakukan evaluasi setiap 5 tahun sebagai dasar pembinaan Dirjen.
  • Pembagian hasil sesuai kesepakatan: Ditentukan secara proporsional dan disepakati bersama.
  • Penyelesaian perselisihan: Uraian langkah-langkah yang akan ditempuh apabila dalam pelaksanaan KK terjadi perselisihan. Menggunakan mediator dan dapat difasilitasi oleh Pokja PPS, pemerintah atau pemda dengan prinsip musyawarah mufakat.
  • Sanksi pelanggaran: Jenis sanksi; Pihak yang memberikan sanksi; Prosedur pelaksanaan sanksi. Bentuk sanksi dapat berupa denda, ganti rugi, diputusnya kerjasama.

Tahap Ketujuh – Penandatanganan naskah kesepakatan kerja sama

Penandatanganan dilakukan  oleh KPH dengan calon mitra, diketahui oleh kepala desa/camat. Penandatanganan dilakukan setelah calon mitra memahami substansi dan prosedur KK sebagaimana dituangkan dalam naskah kesepakatan kerja sama.

Tahap Kedelapan – Pelaporan Naskah Kesepakatan Kerja Sama

Pelaporan dilakukan oleh KPH kepada Dirjen PSKL, tembusan Gubernur, Kadis Kehutanan, dan Kepala BPSKL. Setelah kemitraan kehutanan berjalan, maka KPH melakukan monitoring terhadap pelaksanaan NKK sebagai bahan untuk dilaporkan kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Direktur yang membidangi KK, secara manual atau elektronik (online/daring). Pelaporan NKK oleh Kepala KPH merupakan bahan evaluasi setiap 5 tahun. Evaluasi dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Direktur yang membidangi KK.

Demikian uraian tahapan dalam melakukan penyiapan KK antara KPH dengan masyarakat sekitar, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Satu respons untuk “Tahapan Usulan Permohonan Kemitraan Kehutanan di Wilayah KPH

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.