Perizinan Hutan Tanaman Rakyat Tidak Dipungut Biaya

Prof. DR. Ir. San Afri Awang, MSc, Staf Khusus Menteri Kehutanan Bidang Pemberdayaan Masyarakat mengatakan bahwa permohonan  Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HTR) tidak dipungut biaya alias gratis. Prof. DR. Ir. San Afri Awang, MSc juga meminta untuk diberikan laporan, jika ada praktek pemungutan biaya dalam proses pengurusan. Pernyataan ini disampaikan dalam acara diskusi panel yang diselenggaakan oleh Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Provinsi Sulawesi Tengah, di Gedung Kasiromu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Tengah, pada tanggal 19 Oktober 2011.

Pernyataan salah seorang Staf Khusus Menteri Kehutanan ini merupakan kabar yang menggembirakan, mengingat Provinsi Sulawesi Tengah memiliki pencadangan areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas  23.375 Ha, dengan rincian luas pencadangan areal sebagai berikut:

  1. Kabupaten Tojo Unauna, seluas 5.585 Ha, berdasarkan SK. 403/Menhut-II/2009 tanggal 6 Juli 2009;
  2. Kabupaten Parigi Moutong, seluas 10.445 Ha, berdasarkan SK. 456/Menhut-II/2009 tanggal 4 Agustus 2009;
  3. Kabupaten Banggai Kepulauan, seluas 3.575 Ha, berdasarkan SK. 51/Menhut-II/2010 tanggal 15 Januari 2010;
  4. Kabupaten Banggai, seluas 665 Ha, berdasarkan SK. 132/Menhut-II/2010, tanggal 24 Maret 2010;
  5. Kabupaten Tolitoli, seluas 3.105 Ha, berdasarkan SK. 133/Menhut-II/2010 tanggal 24 Maret 2010.

Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

Kebijakan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat pada intinya adalah memberikan peluang kepada masyarakat dalam kegiatan pembangunan hutan tanaman, atas : (1) Akses legal, yang diwujudkan dalam pemberaian Surat Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HTR) yang diberikan oleh Bupati/Walikota atas nama Menteri Kehutanan; (2) Akses ke lembaga keuangan, yang diwujudkan dalam bentuk pemberian pinjaman dana bergulir yang difasilitasi oleh Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Tanaman (Pusat P2H); (3) Akses ke pasar, yang diwujudkan dalam bentuk penetapan harga dasar penjualan kayu atau penetapan mekanisme harga dasar kayu oleh Menteri Kehutanan untuk menjaga stabilitas harga kayu hasil hutan tanaman rakyat.

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat dapat dilaksanakan melalui pola: (1) Pola Mandiri: HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK-HTR; (2) Pola Kemitraan: HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK-HTR bekerjasama dengan mitra berdasarkan kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh Pemerintah agar terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak; (3) Pola Developer: HTR yang dibangun oleh Badan Usaha Milik Negara atau Swasta dan selanjutnya diserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-HTR  dan biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab  pemegang IUPHHK-HTR dan dikembalikan secara mengangsur sejak Surat Keputusan IUPHHK-HTR diterbitkan.

Yang dapat memperoleh IUIPHHK-HTR adalah: (1) Perorangan; (2) Koperasi (skala usaha mikro, kecil, menengah, dan dibangun oleh masyarakat yang tinggal didalam atau disekitar hutan).

Luas areal HTR paling luas 15 (lima belas) ha untuk setiap kepala keluarga pemohon atau bagi koperasi luasnya disesuaikan dengan kemampuan usahanya. Sedangkan IUPHHK-HTR diberikan untuk jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun.

Untuk pembiayaan, pembangunan HTR dapat dibiayai melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pembiayaan Pembangunan Hutan (BP2H). Dengan tata cara dan persyaratan permohonan pinjaman dana untuk pembangunan HTR mengikuti ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya program pembangunan Hutan Tanaman Rakyat yang membuka akses kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan produksi, diharapkan dapat mengurangi konflik lahan kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan, mengurangi kemiskinan, memperbaiki kualitas lingkungan, dan menunjang pertumbuhan ekonomi.

14 respons untuk ‘Perizinan Hutan Tanaman Rakyat Tidak Dipungut Biaya

  1. terima kasih atas adanya blog2 semacam ini yg akan semakin mencerdaskan rakyat dan mengurangi praktek2 pemerasan/korupsi oleh aparat2 yg tidak bertanggung jawab.
    saya ingin bertanya apabila kami mempunyai sekitar 40-45 pohon jati diatas tanah milik keluarga , apa yg harus kami lakukan supaya dapat memperoleh ijin untuk mengolah dan kemudian mengangkut/menjual pohon jati tsb. terima kasih sebelumnya

  2. Pak Mohon penjelasan :
    Kami punya rencana menanam kayu hutan jenis jabon, kami sudah berusaha untuk mendapat izin pada lokasi hutan, namun karena skala usaha kami adalah masih dalam skala kecil sehingga mengalami kesulitan untuk memperoleh lokasi penanaman.
    Ahirnya kami memutuskan untuk membeli lahan masyarakat (Hak Milik) seluas +/- 500 Hektar.
    Pertanyaan kami :
    1. Perizinan apa saja yang harus saya lengakapi sebelum proses tanam saya lakukan, sehingga jangan sampai kelak dikemudian hari kami dinyatakan bersalah atas hal yg tidak kami ketahui.
    2. Status tanah yang kami beli adalah tanah masyarakat dalam status hak milik (SHM), sementara kami akan menanam kayu jabon tersebut menggunakan badan usaha (PT)
    3. Pada lokasi lahan yang kami beli tersebut terdapat tanaman/kayu asal Jenis Durian dan akasia. Untuk pemanfaatan kayu asal tersebut perizinan apa saja yang harus saya lengkapi

    Demikian dari kami mohon penjelasannya, terima kasih

    1. Terkait ttg pemanfaatan lahan masyarakat dan hasil hutan-nya, pada masing-masing daerah prakteknya bisa berbeda-beda. Namun demikian: (1) Pada prinsipnya tidak ada perijinan penanaman yg dilakukan di atas lahan masyarakat- hak milik; (2) Agar kelak bapak atau perusahaan bapak tidak bermasalah tentu lokasi yg bapak beli dari masyarakat mesti disertifikatkan pak; (3) Sepanjang lokasi penebangan berasal dari lahan masyarakat yg dibuktikan dgn alas titel, maka untuk dapat dilakukan pengangkutan kayu pada prinsipnya bapak cukup meminta SKAU – surat keterangan asal usul dari kepala desa selaku pejabat penerbit.

  3. Mohon penjelasan mengenai pengelolaan lahan hutan wisata.rencana kami mau menanam HTR Jabon. Permaalahannya terjadi tumpang tindih atas surat dilahan tersebut.ijin dikeluakan pada tahun 1986 oleh pemprov,dimana sebelum nya blm ada keluar peta lokasi tentang lahan tersebut termasuk kedalam hutan wisata. TQ

    1. Di negeri kita, tumpang tindih penetapan peruntukan suatu kawasan bisa saja terjadi. Namun demikian, karena HTR berada di dlm kawasan hutan, sedangkan hutan wisata berada di luar kawasan hutan (APL), mestinya sih tidak terjadi pak.
      Untuk memastikan ada tidaknya tumpang tindih, bapak mesti lihat peta kawasan dan peta lampiran surat penetapan pemprov 1986, kemudian mengeceknya di lapangan. Kalo betul ada tumpang tindih, maka perlu diselesaikan pada level kebijakan, perlu duduk antara pemprov, kehutanan dan para pihak terkait.
      Kira-kira jawaban saya demikian pak, karena saya juga tidak mengetahui masalah persisnya….

  4. Memang seharusnya seperti ini Pak. Agar masyarakat tidak merasa diberatkan.
    Semoga pembalakan bisa dihentika juga ya pak. 🙂

  5. Kunjungan rutin ke blog ini… hehehe 🙂

    ditunggu kunjungan dan komentar baliknya 🙂
    salam persahabatan 🙂

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.